Tuesday, August 13, 2013

mama

Tria membelai lembut rambut panjang kekasihnya, Maya.
“Aku udah ngerasa nyaman sama kamu. Jangan tinggalin aku,” kata Tria masih membelai rambut Maya.
“Iya sama, aku juga begitu. Aku gak akan ninggalin kamu kok. Aku udah nemuin yang selama ini aku cari,” sahut Maya menatap mata Tria.
“Iya sayang, semoga kita bisa sama-sama ya”
“Amiiin”
Tria mengecup kening Maya. Lalu menyentil hidung Maya yang mancung.
Seolah keduanya tak ingin mengakhiri indahnya malam itu. Tak mereka perdulikan orang-orang yang lalu lalang, yang diam-diam memperhatikan kemesraan mereka.
***
“Sayang, aku tidur dulu ya. Capek habis latihan basket”
“Iya sayang. Selamat istirahat yaaa”
“love you”
“love you too”
*Percakapan mereka lewat telepon*
Maya kembali mengetik tulisannya. Maklum, dia hobi menulis karya fiksi. Berjam-jam dilaluinya hanya bertatap dengan laptop. Seperti kecanduan mengetik. Telepon berdering, dari Tria.
“Sayang, aku dirumah sakit”
“hah? Kenapa? Siapa yang sakit,” Tanya Maya panik
“Mama. Mama sakit,” suara Tria melemah.
“Iya, kamu jagain mama ya. Semoga cepat sembuh”
Iya makasih sayang.”
Maya bingung, mau menjenguk atau tidak. Selama ini dia belum pernah dikenalkan oleh Tria dengan keluarganya. Jadi sementara ini Maya hanya membantu lewat do’a.
-----

            Maya menyantap ayam goreng pesanannya bersama sahabatnya. Sangat tampak lesu.
“Aulia, aku sedih….. mamanya Tria sakit,” ujar Maya dengan wajah lesu.
“Kamu jengukin dong”
“ Iya, tapi aku belum kenal keluarganya. Aku takut mereka gak setuju sama aku. Aku sama sekali gak pernah ketemu mamanya”
“aduuuh gimana ya, yaudah kamu coba aja dulu”
“tapi aku takut. Kamu tau kan permasalahan kami yang rumit”
“iya juga sih. Ya udah kamu bantu do’a buat mamanya aja”
“itu udah pasti Au. Kok aku jadi takut gak sempet ketemu mamanya lagi ya”
“hush, jangan ngomong gitu”
Mereka kembali menikmati hidangan yang sudah lama mereka tunggu dari tadi. Tapi Maya masih tampak lemas.
Hpnya berdering lagi, sms dari Tria.
“sayang, mama koma L
“astaga L kamu tetap jagain mama ya”
“iya, ini aku sama kakak kok jagain mama”
Maya semakin khawatir. Ketakutan semakin membelenggunya. Takut tak sempat bertemu mama Tria. Tapi fikiran itu ia buang jauh-jauh. Mamanya sudah koma, dan takut akan titik.
-----

“gimana keadaan mama? Udah baikan”
“iya, tadi udah sadar. Aku jadi lega”
“syukurlah. Maaf ya aku gak ada jengukin mama kamu”
“iya gakpapa, aku ngerti kok sayang”
Tria mengecup kening Maya lagi. menenangkan hati kekasihnya. Maya menggenggam erat jemari Tria. Seolah tak ingin melepaskan pelukan itu.
“sayang, jangan sedih ya. Kamu terus do’ain mama, aku juga bantuin lewat do’a”
“iya sayang, pasti” masih mendekap Maya. Tria merasa ada ketenangan jika dekat dengan Maya. Sungguh, dia takut kehilangan Maya.
“itu, hpmu. Angkat teleponnya. Siapa tau penting”
“ahh” sahut Tria tak memperdulikan hpnya yang berdering.
Malam itu terasa singkat. Padahal sudah 3 jam mereka duduk bersama. Tapi mau tidak mau Tria harus pulang. Menemani mamanya lagi dirumah sakit. Maya menatap mata Tria yang sayu. Mungkin kurang istirahat. Ditariknya lagi tangan Tria. Seolah ingin ikut dan terus bersama.

            Tria sudah pulang. Ketakutan kembali menghantui Maya. Masuk kembali kerumah. Pikirannya kacau balau. Berbaring diperaduannya lalu membuka ponselnya. Terkejut bukan kepalang banyak sms dari temannya. Menanyakan sesuatu yang rasannya tidak mungkin.
“Maya, mama Tria meninggal ya?”
What? Apa benar? Sedangkan Dia baru saja duduk dengan anaknya. Jangan-jangan telepon yang tidak diangkat tadi adalah kabar duka. Astaga.. maya masih tak percaya. Ucapannya ternyata benar, Dia tak sempat bertemu mama kekasihnya. Masih tak percaya, tanpa babibu langsung menelpon Tria.
“sayang, apa bener mama….”
“iya. Mama meninggal”
“sayang tabah ya, yang kuat”
“iya iya”
“yaudah kamu siapin aja semuanya ya” ***

Malam itu membuat Maya tak bisa tidur nyenyak. Mama kekasihnya meninggal saat dia sedang bersama kekasihnya. Merasa bersalah kenapa selalu menahan Tria untuk pulang.

            Menjelang pagi, Maya masih kacau. Rasa tak percaya masih menyelimutinya. Maya juga bingung hari ini melayat atau tidak. Dia sama sekali tak mengenal keluarga Tria. Berjam-jam Maya masih menimbang-nimbang itu semua. Dan akhirnya memutuskan untuk melayat, demi untuk melihat jasad mama Tria.
Astaga, motor dipakai adiknya keluar. Membuat hati semakin kalang kabut. Ini sudah jam berapa?
Sms semua teman untuk membantu, tapi tak ada hasil. Ada yang tak aktif, ada yang sibuk, ada yang sakit dan lain-lain.  Maya sempat menyerah. Hanya saja Ia berusaha menahan airmatanya.
Hari sudah siang. Adiknya belum pulang juga.
“mungkin aku gak di ijinin untuk ketemu mamanya” benak Maya memutuskan asa.
Terdengar suara motor miliknya, nah adik pasti datang! Akhirnya…….
Secepat kilat Maya keluar tanpa peduli berapa km dia mengemudi motor. Yang penting bisa menyempatkan untuk melihat almarhumah. Semoga…

            Tampak kerabat sudah memenuhi rumah duka. Suasana terasa hikmat. Tria menghampiri, menyuruh duduk disampingnya.
“mau lihat mama? Ayo masuk?,” ajak Tria
“emm, tapi…”
“yuk masuk. Kamu belum pernah ketemu mama kan. Kapan lagi?”
Maya membuntuti Tria masuk kedalam rumah.
Sebuah peti ada di tengah-tengah rumah. Didalamnya seorang wanita berbaju pengantin warna putih. Wajahnya sudah berhias layaknya seorang mempelai wanita. Ada mahkota kecil dikepalanya. Cantik!
“inikah mama kekasihku. Sayang sekali, aku belum pernah mendengar suaranya. Ini saja bertemu yang pertama dan terakhir kalinya,” benak Maya.
“kamu mau pegang mama?,” kata Tria seraya membuka kain putih transparan diatas peti. Lalu membelai wajah mamanya.
“gak. Gak berani”

Bertemu, untuk yang pertama dan terakhir kalinya.
Mama, semoga tenang disana.


No comments:

Post a Comment